tapi mengapa ikan-ikan
tak mau lagi tertipu kailmu?
tak birukah lautmu?
bukan
bukan karena bulan belum sempurna
bukan
bukan karena bulan kuyu di atas bayang riak
bukan
bukan karena bulan pucat bersisa sabit
di kaki langit
juga bukan
bukan karena arus
tak bisa lagi mendendang serumpun karang
tapi di palung-palung
syahwat kota telah menanam
plastik
popok
dan pembalut
lalu merimbunlah rumpun karang baru
di ujung setangkai arus
ikan-ikan tak mau lagi tertipu
Ibrahim Gibra
25 April 2021
belimbing bergelinding
sehelai angin dingin
mengirim daun-daun yang baru saja bangkit
dari ranting malam
:sepagi ini tanah berkabar tentang
hujan semalam
tetiba kulihat belimbing jatuh
di antara rinai hujan:
ada gerak dalam diam
tanah ini basah
daun bersilara
dan belimbing bergelinding
Ibrahim Gibra
23 April 2021
dan laut telah mengirim setangkai arus
:untuk Novi Anoegrajekti
dan laut telah mengirim
setangkai arus
sampai-sampai daun ketapang
tak jadi silara
sebab perempuan itu
melaut matanya
lalu segala rindu purba
pecah di pantai ini
Ibrahim Gibra
25 April 2021
sanggama ular
di atas sehampar daun kering
karpet cinta tergelar
seperti tali yang melingkar-lingkar
itu dua kepala berdegup cumbu
di bawah rumpun bambu
dua ekor ular meliuk
menggeliat
lalu saling memilin
dan nikmat pun terbit di sisik-sisik
seperti tali yang melingkar-lingkar
itu ekor sedang sibuk
mencari rahasia nikmat
dua ekor ular meliuk
menggeliat
meliuk
menggeliat
sampai puncak
itu dua badan terus melingkar-lingkar
sampai rahasia terbuka
Ibrahim Gibra
25 Apil 2021
di mana arus menyimpan sungai
:untuk Izzah Zen Syukri
memang bukan sungai eden
tapi titian merah itu
sudah lama menyulin arus
yang mengalir ke entah
sungai-sungai yang tumbuh dari kebaikan arus
adalah rindu hulu pada hilir
adalah kesetiaan muara pada laut
sampai di sini
di tepian bengawan ini
perempuan itu mungkin
tak pernah tahu
di mana arus menyimpan sungai
Ibrahim Gibra
25 April 2021
Ibrahim Gibra, nama pena dari Gufran A. Ibrahim, punya kegemaran menulis artikel ihwal bahasa, masalah sosial budaya, demokrasi, pendidikan, dan literasi di Kompas dan di sejumlah koran lainnya. Ia juga menulis sajak dan cerpen yang diterbitkan dalam bentuk buku maupun diterbitkan di koran cetak dan daring. Gufran A. Ibrahim adalah Guru Besar Antropolinguistik pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Khairun. Ibrahim Gibra telah menerbitkan antologi sajak pertamanya, Karang Menghimpun Bayi Kerapu (Penerbit Jual Buku Sastra, 2019). Kini Ibrahim Gibra telah merampungkan antologi sajak kedua, Musim yang Melupa Waktu (sedang dalam proses penerbitan) dan antologi ketiga, Pucuk pun Beriba pada Ranting (sedang dalam penyuntingan). Ia juga telah merampungkan buku kumpulan artikelnya yang pernah dimuat di Kompas dan koran lainnya, Bertutur di Ujung Jempol: Esai Bahasa, Agama, Pendidikan, dan Demokrasi (kini sedang dalam proses penerbitan). Ibrahim Gibra dapat dihubungi via ibrahim.kakalu@gmail.com