Pernyataan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) baru- baru ini menuai kontroversi. Netizen mayoritas menghujat dan menyerang secara bertubi-tubi pernyataan Sitti Hikmawatty yang menyebut kehamilan perempuan bisa saja terjadi di kolam renang. Menurutnya ada jenis sperma tertentu yang sangat kuat dan dapat masuk ke dalam rahim perempuan subur.
Lepas dari kontroversi pernyataan tersebut, agaknya publik Indonesia saat ini merasa nyaman, tenteram dan aman berenang di lokasi wisata air yang mayoritas disukai anak-anak.
Berbicara soal keamanan tentu tak dapat dipisahkan dari pengetahuan. Keamanan memang terkait rasa yang timbul dalam diri seseorang. Boleh jadi seseorang yang merasa dirinya aman karena dia tidak mengetahui tentang sesuatu tersebut atau tidak mempedulikannya. Seseorang yang rasional sejatinya berpikir logis terkait implikasi yang terjalin dari penalaran hukum sebab-akibat.
Seseorang yang mengetahui sesuatu tentu secara mutlak akan berpikir impliasi tentang pengetahuan yang diperolehnya tersebut. Sementara sebaliknya, seseorang yang tidak mengetahui justru akan merasa aman. Secara intuitif, manusia yang memiliki pengetahuan akan mencari cara untuk membentuk rasa aman dari setiap ancaman yang timbul. Dalam hal ini keamanan dapat diartikan sebagai upaya untuk menghadapi dan menangkal ancaman, gangguan yang datang.
Satu contoh adalah maraknya perusahaan asuransi dan investasi yang berkembang merupakan sebuah cara untuk menghindari ancaman yang timbul. Maka dari itu, secara logis perusahaan asuransi akan menjual ancaman baik itu berupa sakit, musibah atau hal-hal lain yang merugikan mereka terhindar dari ancaman tersebut.
Namun, ancaman yang dikeluarkan salah satu komisioner KPAI tersebut agaknya kurang diterima oleh rasio masyarakat kebanyakan. Bahkan hal itu dianggap sebagai halusinasi.
Maraknya pertumbuhan usaha wisata gelanggang renang atau kolam renang saat ini nampaknya belum menjadi banyak sorotan. Maraknya jenis usaha tersebut nampaknya belum dibarengi dengan beragam instrumen terkait kemanan, keselamatan dan standar operasional yang memadai. Buktinya, sejumlah kasus yang terjadi di arena wisata gelanggang renang kerap terjadi.
Sebut saja kasus terakhir adalah tewasnya dua remaja akibat tenggelam di kolam renang Sport Center Usman Harun Marinir Cilandak, Jakarta Selatan, pada Oktober 2019. Belum lagi kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak yang terjadi di kolam renang.
Selain itu, apakah saat ini masyarakat mengetahui standar operasional sebuah kolam renang wisata yang harus dipenuhi pihak pengelola, dari mulai kualitas air, pengawas hingga aturan larangan orang-orang yang memiliki penyakit tertentu untuk masuk ke dalam kolam. Bagi yang sering menghabiskan waktu berlibur di kolam renang akan sangat mudah membedakan kadar kaporit dari kolam renang satu ke kolam renang lainnya. Sementata di sisi lain pihak pengelola wisata air tersebut mendulang pundi-pundi keuntungan.
Pernyataan komisioner KPAI tersebut jika ditelisik lebih dalam sebenarnya sedang menggugat rasa keadilan terkait bahayanya sebuah arena wisata kolam renang agar masyarakat sadar terkait sejumlah ketentuan yang harus dimiliki pihak pengelola kolam renang. Namun publik sudah terburu tersita perhatiannya terkait pernyataan yang dianggap kontroversial tersebut.
Terkait kesehatan di kolam renang publik, sebuah penelitian di Amerika Serikat tahun 2006 mengungkap bahwa selama 45 menit berenang, rata-rata orang dewasa menelan 37 mililiter. Jumlah tersebut hampir setara dengan dua sendok makan. Bahkan, anak-anak menelan jumlah itu dua kali lipat.