× Humaniora Kesehatan Lingkungan Gaya Hidup Perempuan Agama Seni Budaya Sastra Sosok Wisata Resensi Nawala Intermeso Esai Media
#ESAI

Pahlawan Berjas Hujan

Mereka rela 'malompat' masuk dalam gulita bahaya untuk menolong. Oh Tuhan...

Multimedia Editor
Pahlawan Berjas Hujan
Pekerja medis dengan jas hujan. Foto:Tempo.

24/03/2020 · 1 Menit Baca

Bangga sekaligus haru melihat aparat dan paramedis garda depan yang sudah bekerja keras mengatasi wabah Covid-19. Sayangnya, cemas juga turut ikut karena yang terlihat di masyarakat justru mereka yang berada di garis depan itu mengalami berbagai kesulitan dan serba kekurangan. 

Haru dengan keberanian mereka. Bangga punya manusia-manusia unggul yang tidak menyerah pada keadaan dan berupaya mencari solusi. Memecahkan masalah darurat kekurangan Alat Pelindung Diri (APD), demi menolong, demi keselamatan banyak orang. 

Hanya dengan peralatan dan pelindung diri yang jauh dari memadai, mereka rela malompat masuk dalam gulita bahaya untuk menolong. Oh Tuhan, mereka pahlawan.

Di Ternate, Serang, Toraja, Batam, Majalengka dan bahkan Jakarta serta lain sebagainya, terpaksa tanpa baju hazmat (gown), mengenakan jas hujan. 

Seorang sahabat menuliskan cemasnya saat melihat evakuasi pasien positif Corona oleh paramedis di Ternate dengan hanya mengenakan jas hujan sebagai pelindung. Ia tujukan kecemasan nya itu pada Gubernur Maluku Utara yang dianggap lamban mengupayakan kesiapan akan ancaman wabah ini. 

"Bapak liat baik-baik petugas kesehatan yang menjemput menggunakan jas hujan. Jas Hujan Bapak Gubernur!!! Warna biru. Ini harganya 10 ribu. Ini menghadapi virus yang belum ada obatnya, bukan hujan gerimis...," begitu bunyi sepenggal geram yang saya kutip dari laman media sosialnya.

Kekurangan alat pelindung diri agar penyedia pelayanan kesehatan tidak menjadi korban di garis depan sungguh memprihatinkan. Kebijakan yang diambil pemerintah pusat dan daerah kadang tak nyambung dengan apa yang terjadi dan terihat di masyarakat. 

Tak di pusat, tak di daerah. Cara kita berkomunikasi tak bagus dalam gerakan bersama melawan Corona ini. Warga harus mendapati informasi yang tepat dan akurat. Transparansi dan kejujuran menjadi faktor kunci, agar semua memahami kendala masing-masing untuk saling membantu atau paling tidak, tahu akan berbuat apa.

Kemarin, bahkan hingga kini, belum reda kemsyghulan kita akan masker yang menghilang dari pasaran, hand sinitizer pun ikut-ikutan kandas di rak toko-toko, karena menganggap itu kebutuhan untuk menangkal Covid-19. 

Saat kepanikan dan kecemasan sudah mengapung, baru ada penjelasan bahwa orang sehat tak perlu memakai masker. Tapi itu tak membuat nihil kecemasan bukan? Masker tetap sangat dibutuhkan oleh para dokter dan perawat di rumah sakit, terutama yang terlibat langsung dengan pasien yang sudah positif. 

Perlindungan untuk petugas kesehatan di saat-saat wabah jahanam ini suatu hal yang tak bisa dianggap enteng. Jika mereka punya semua kelengkapan itu, masyarakat bisa ikut tenang meski bukan cuma itu saja tentunya--banyak lagi--tapi paling tidak terlihat kesiapan nyata. Bukan kesiapan kuburan yang diekspos. Ini bikin imun layu.

Belakangan ini, ramai juga dipopulerkan gerakan cuci tangan di air yang mengalir. Kesannya amat sepele memang, tapi bagaimana kalau air yang disalurkan dari perusahaan daerah air minum mengalir senin-kamis? Wajar kemudian hand sanitizer diborong sampai moksa--lepas dari ikatan duniawi--ia jadi mitos. 

Masyarakat perlu dibuat lebih tenang, betapapun wabah ini sangat mencemaskan karena jumlah yang positif terkena virus semakin banyak. Dampak ekonomi pun sangat besar. Kini saatnya kita saling mengingatkan, kerjakan yang harus dikerjakan. Bagian pemerintah, lakukanlah dengan cepat. Bagian masyarakat, patuh dan kerjakan. Jika tidak, akan saling menyalahkan. 

Upaya mencegah skenario terburuk wabah Covid-19 harus menjadi prioritas kita semua. Ini bukan hanya tugas pemerintah memang, melainkan tanggung jawab setiap warga negara.

Kebijakan untuk menjaga jarak (social distancing), misalnya, hanya bisa efektif jika semua warga berpartisipasi dan menjaga diri dalam perilaku beresiko. Mengandalkan polisi, tentara, dan perangkat pemerintah lainnya mengawasi dan menegakkan aturan bakal bisa percuma jika tidak punya kesadaran bersama. 

Ketika dihadapkan pada tantangan yang luar biasa, kemampuan kita untuk menemukan solusi bersama tengah diuji. Solidaritas sosial itu yang benar-benar dibutuhkan saat ini. Kerjakanlah segala tugas yang diemban, sadar akan fungsi kita sebaik-baiknya, secepat-cepatnya, untuk kita bisa mengobarkan perlawanan dengan rampak! 

Akhirul kalam, segeralah Bung berdua dia atas sana. Kita butuh gerakan cepat penanggulangan bencana ini, bukan ribut soal orang siapa yang akan berada di posisi penanggulangan bencana itu. Segera!      


Share Tulisan Ghazali Hasan


Tulisan Lainnya

Benny

#ESAI - 10/08/2021 · 15 Menit Baca

Delusi

#ESAI - 03/08/2021 · 15 Menit Baca

Saturasi

#ESAI - 26/07/2021 · 15 Menit Baca