Menteri Kesehatan jarang tampil memberi keterangan kasus Covid-19 di Indonesia. Lebih sering telat respons. Tapi belum ada evaluasi.
Wayan—singkat saja kita sebut namanya—tiba di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali, akhir pekan lalu. Beberapa jam sebelumnya, di Jakarta, ia menjalani uji kilat (rapid test) Covid-19. Kini, ia antre untuk menjalani pemeriksaan serupa.
“Ini seperti teman dari kloter (kelompok terbang) pertama. Begitu tiba di Jakarta ikut rapid test. Kalau reaktif akan dibawa ke Wisma Atlet. Kalau negatif, bisa pulang ke daerah,” kata Wayan melalui pesan singkat. “Yang kemarin sampai di Bali, juga di-rapid lagi.”
Hasil uji kilat rombongan kawan Wayan di Bali, sama seperti di Jakarta, semua negatif, tak ada reaksi. Gugus Tugas Provinsi Bali kemudian mengarantina mereka selama tujuh hari. Menurut Wayan, pada hari kelima kawan-kawannya itu diambil spesimen (swab). Masuk hari ketujuh, bila hasilnya negatif, mereka diserahkan ke Gugus Tugas masing-masing Kabupaten dan diminta melakukan karantina mandiri. Di rumah saja.
Jalan para pekerja migran itu terasa panjang untuk pulang. Tapi, dari pesan dan laporan yang beredar, mereka tak keberatan. Sedunia sedang mengalami wabah.
Harian Republika melaporkan beberapa narasumbernya mendukung karantina bagi WNI yang baru tiba dari luar negeri. “Demi kebaikan dan kesehatan bersama,” kata sumber Republika di Semarang, 19 Mei.
Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) memperkirakan, hingga bulan Juni, ada sekitar 34.300 WNI yang bekerja di luar negeri bakal kedaluwarsa kontrak kerjanya. Mereka diperkirakan akan pulang ke tanah air. “Mereka berasal dari 54 negara penempatan,” kata Kepala BP2MI Benny Rhamdani, 9 Mei.
Terlihat pemerintah memiliki informasi akurat mengenai jadwal-jadwal kepulangan warganya. Menteri Luar Negeri, Retno Lestari Priansari Marsudi, 30 April lalu, mengingatkan kemungkinan ada kasus-kasus baru Covid-19 ditemukan dari WNI yang pulang kampung. “Karena itu, tak ada pilihan lain bagi pemerintah Indonesia kecuali memperkuat protokol kesehatan setibanya mereka di Indonesia,” kata Menlu.
Kelak, pernyataan itu terbukti benar. Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo, mengungkapkan temuan di Bali, 18 Mei. Katanya, dari 15.300 WNI yang tiba di Bali, sebanyak 312 orang dinyatakan positif. Hingga kemarin, kasus baru itu belum termasuk yang dilaporkan oleh Juru Bicara Pemerintah untuk Covid-19, Achmad Yurianto. Kasus terkonfirmasi di Bali, per 19 Mei 2020, masih dilaporkan sebanyak 363 orang atau 2 persen dari total kasus di Indonesia.
Meski sudah memiliki informasi banyak mengenai jadwal repatriasi WNI, protokol yang disinggung Menteri Luar Negeri, perlu menunggu Menteri Kesehatan. Hingga sepekan bulan Mei, mereka yang masuk ke Indonesia hanya mengikuti prosedur yang sudah berlaku sebelumnya: diperiksa suhu badan lalu diberi kartu waspada kesehatan (health alert card) berwarna kuning.
Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto, baru menerbitkan protokol yang diharapkan pada 7 Mei 2020. Judulnya Surat Edaran Menteri Kesehatan No. HK.02.01/Menkes/313/2020 tentang Protokol Kesehatan Penanganan Kepulangan WNI dan Kedatangan WNA dari Luar Negeri di Pintu Masuk Negara dan Wilayah Pada Situasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Di lapangan, ini baru efektif pada 11 Mei.
Syarat dan alurnya seperti gambar di bawah.
Sumber: Kementerian Kesehatan, 2020
Pada saat itu, “Sudah (ada) sebanyak 126.742 pekerja migran Indonesia kembali ke Indonesia, dengan transportasi darat, laut, maupun udara,” kata Kepala BP2MI Benny Rhamdani, 9 Mei.
Penanganan kebijakan baru yang dikeluarkan Menteri Kesehatan ini sepenuhnya dikerjakan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. BP2MI tak nampak di pintu kedatangan Bandara Soekarno-Hatta, misalnya, dan tak memilik akses selama para pekerja migran dibawa ke tempat-tempat karantina.
Pekerja migran yang baru datang memang tak bisa langsung pulang ke kampung halaman seperti sebelumnya. Sekali pun hasil pemeriksaan uji kilat negatif. Mereka akan dibawa ke beberapa tempat karantina yang telah ditetapkan di Jakarta. Di Wisma Atlet Kemayoran, Asrama Haji Pondok Gede, dan bila di dua tempat ini penuh, yang lain akan ditempatkan di Balai Besar Pelatihan Kesehatan di Cilandak, Jakarta Selatan.
Wayan dan kawannya, telah tiba di Jakarta sebelum Surat Edaran Menkes berlaku efektif. Mereka tak sempat merasai karantina di Wisma Atlet atau Asrama Haji. Lain cerita dengan rombongan WNI dan Jamaah Tabligh dari Bangladesh.
Belum ada evaluasi
Selain 312 WNI yang terpindai positif di Bali, belum ada laporan hasil pemantuan dari 100 ribu lebih WNI yang telah masuk sebelum Menkes menetapkan protokol baru. Mereka telah berada di kampung halaman masing-masing di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Bali, Nusa Tenggara Barat, Lampung dan Sumatra Utara.
Lambatnya pengetatan protokol di pintu masuk patut disesalkan mengingat tanggap darurat dengan berbagai status kedaruratan di Indonesia, termasuk pembatasan sosial berskala besar (PSBB), sudah berlangsung selama sebulan. Para pekerja migran sebelum tiba di tanah air juga diliputi ketidakpastian. Sebab, mereka mengetahui kondisi Jakarta berstatus PSBB, sehingga akan menyulitkan mereka untuk meneruskan perjalanan ke daerah masing-masing.
Lambatnya respons Kementerian Kesehatan ini sendiri mengulang apa yang terjadi di awal April. Ketika berbagai daerah menetapkan kebijakan sendiri-sendiri untuk menutup wilayahnya lantaran tak ada panduan pasti dari otoritas kesehatan di tingkat pusat.
Toh, sejauh ini, belum terdengar evaluasi terhadap kinerja Menteri Kesehatan. Sepanjang pandemi Covid-19, beberapa kali tercatat Menteri Kesehatan menjadi batu sandung bagi kecepatan kerja koleganya. Misal saja, terkait rencana pemulangan WNI yang bekerja sebagai anak buah kapal di kapal pesiar; percepatan PSBB yang sempat memancing Ketua Gugus Tugas mendesaknya agar lebih kencang menagih rencana daerah.
Sekarang, setelah beberapa Menteri mulai menyusun rencana “normal baru” di lingkungan kerjanya, tak terdengar pula apa yang dilakukan Menteri Kesehatan untuk menyiapkan masyarakat—entah “berperang jangka panjang” dengan Covid-19 atau bagaimana “berperilaku normal baru” sehari-hari. []
* Artikel ini pertama terbit di SpektatorID/Airlambang.