Untung saja pembatasan sosisal berskala besar (PSBB) tak membuat kreativitas beberapa komunitas turut terbatas. Mereka membuat platform digital, memberi informasi mutakhir sampai terapi musik.
Tanggal 2 Maret, kasus pertama Covid-19 diumumkan oleh Presiden. Melihat Kementrian Kesehatan keder mangatasi wabah, pemerintah membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, tanggal 13 Maret. Lima hari setelah pembentukan Gugus Tugas, laman resmi pemerintah covid19.go.id dirilis. Setiap hari pemerintah melaporkan perkembangan kasus melalui situs tersebut.
Namun, banyak orang menganggap laporan yang disampaikan pemerintah belum sesuai fakta. Misal saja, kapan kasus pertama Covid-19 sebenarnya terjadi; lalu soal beda data antara situs resmi pemerintah pusat dan daerah. Ada pula hasil uji laboratorium terhadap spesimen pasien dengan hasil positif, baru diketahui sesudah si pasien meninggal. Jumlah orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) saja baru dibuka setelah sebulan dari kasus pertama diumumkan.
Mereka yang meragukan data dari pemerintah, berinisiatif membuat platform mengolah temuan langsungnya. Laporcovid19.org misalnya, melibatkan warga secara langsung untuk mendapatkan laporan terkini setiap kasus di sekitarnya. Warga tinggal japri (jaringan pribadi) ke Whatsapp atau Telegram Lapor Covid.
Ada juga SimcovID (Simulasi dan Pemodelan COVID-19 Indonesia). Medium yang dibuat oleh pakar dari berbagai kampus di Indonesia dan di luar negeri. Mereka menguji data dan mewanti-wanti pemerintah melalui laporan penelitiannya. Ada juga situs Respon Covid-19 yang menganilisis data, juga membuka ruang untuk berkolaborasi dengan Data Ranger, Data Scientist, Apps Engineer, Mobile Designer, Communication & Public Health. Respon Covid-19 menyediakan juga artikel dan macam-macam informasi mutakhir.
Inisiatif warga tak hanya sebatas lapor-melapor dan uji-menguji data. Untung saja pembatasan sosial tidak membatasi kreativitas. Ada berbagai situs “anak negeri” yang dibuat, dari yang peruntukannya menghibur sampai pengecekan mandiri terhadap virus ini.
1. TIM AI
TIM AI adalah aplikasi berbasis artificial intelligent untuk menguji Covid-19 secara mandiri. Pengujian dilakukan berdasarkan deteksi kondisi tubuh. Nantinya dapat dievaluasi dan memberikan hasil berupa saran dari analisis sistem. Sistem analisisnya, menentukan pertanyaan dan jawaban terkait gejala pada pasien, menentukan kombinasi jawaban-jawaban yang ada, menentukan jenis penyakit dan tindakan penanganannya. Ada beberapa pertanyaan yang harus diisi. Dari sekian platform pengecekan dan pengawasan, hanya TIM AI yang mengambil foto lidah, juga merekam gambar saat pengisian formulir.
2. Endcorona
Endcorona dikembangkan oleh sekelompok mahasiswa Universitas Indonesia (UI) dengan supervisi dari dokter-dokter yang berasal dari Fakultas Kedokteran UI (FKUI). Aplikasi ini membantu masyarakat untuk bisa tahu kemungkinan terpaparnya atau tidaknya seseorang. Beberapa pertanyaan, misalnya, apakah dalam 14 hari pernah bertemu dengan pasien Covid-19, pernah ke tempat pelayanan kesehatan, apakah habis bepergian ke luar negeri dan perjalanan domestik. Ditanyakan juga gejala penyakit yang dirasakan sekarang. Bisa dilewatkan jika memang tidak mengalami sama sekali gejala penyakit atau tidak ada riwayat penyakit. Pilihan jawabannya “ya” dan “tidak”. Di ujung, barulah muncul rekomendasi: risiko rendah, hati-hati, rentan, dan sangat rentan.
3. Cekdiri
Cekdiri hampir sama dengan situs pemeriksaan mandiri lainnya, kita diminta menjawab berbagai pertanyaan. Bedanya, hasil Cekdiri berupa persentase kemungkinan kerentanan. Cekdiri mengupayakan setiap individu dapat mengetahui tingkat kemungkinan dirinya terinfeksi Covid-19 sehingga dapat bertindak dengan tepat. Sebagai langkah awal untuk mencegah. Situs ini bukan mengganti diagnosa medis atau ingin mendahuluinya, tapi mengajak kita bersiaga.
4. PeduliLindungi
PeduliLindungi sebuah aplikasi pelacakan riwayat pasien yang didukung pemerintah. Aplikasi ini sangat mengandalkan partisipasi masyarakat untuk mau membagikan data lokasinya saat bepergian agar penelusuran riwayat kontak dengan penderita Covid-19 dapat dilakukan.
Akan ada notifikasi yang masuk ke pengguna aplikasi jika berada di keramaian atau berada di zona merah. Syaratnya, bluetooth dalam kondisi aktif. Ketika dalam radius bluetooth Anda terdeteksi orang yang juga terdaftar di aplikasi ini, maka akan terjadi pertukaran ID secara anonim yang akan direkam masing-masing gawai. PeduliLindungi selanjutnya memberi notifikasi jika orang itu pernah berada dalam jarak dekat dengan pasien positif Covid-19 atau PDP dan ODP.
1. Meruang (Merdu Ruang)
Pengumuman jumlah pasien datang tiap hari. Ada yang meninggal, banyak juga yang sembuh. Pekerja kreatif di Yogyakarta melihat semangat untuk sembuh itu harus terus dirangsang. Mereka kemudian menginisiasi Meruang.com. Meruang adalah akronim dari Merdu Ruang, sebagai bentuk dukungan moral kepada tenaga medis dan pasien Covid-19. Meruang menyediakan musik terapi.
Ada dua jenis musik yang tersedia, yaitu karawitan Jawa dan musik elektronik–tidak menutup kemungkinan untuk jenis musik yang lain. Musik yang dikurasi disesuaikan dengan ruang-ruang di rumah sakit.
Pihak rumah sakit, pekerja medis, dan pasien dapat mengakses kompilasi musik ini dengan offline dan online. Kalau online, langsung login ke website Meruang.com. Kalau offline akan dikirim melalui flashdisk, tinggal mengisi formulir yang tersedia di website. Sudah ada 41 musisi dan band yang bisa kita pilih, tinggal meng-kliknya saja.
2. Majelis Mau Jahitin
Mamajahit.id adalah situs yang dibuat oleh paguyuban penjahit dari Yogyakarta. Mereka memproduksi alat pelindung diri (APD) bagi tenaga kesehatan. Mamajahit adalah akronim dari Majelis Mau Jahitin. Inisiatif ini sebagai upaya bersama secara gotong royong membantu penyediaan APD.
APD yang dibuat berupa pakaian hazmat dengan jenis kain sesuai yang direkomendasikan dan dibagikan secara gratis ke rumah-rumah sakit dan yayasan kesehatan. Mamajahit juga menyediakan informasi cara pembuatan APD dan membuka kotak bantuan donasi. []
*Artikel ini pertama terbit di SpektatorID/Arief Bobhil Paliling