:untuk Dinda Je
tapi pagi ini pelagis
belum jua memecah arus
meski angin utara mulai meriak
dalam rindu nelayan
yang tersemat di ujung cadik
dulu, ketika ombak ketiga
mengirim riak, kakekku bilang:
“Kalau ingin bertemu pelagis menetas arus
tataplah laut dengan rindu
pada perempuanmu”
sore ini
pada rindang ketapang
aku melihat angin utara
mengirim bangau pulang ke dangau
itu sayap-sayap menerbangkan
cinta arus pada laut
cinta angin pada riak
cinta ombak pada pantai
dan malam ini
kulihat purnama pecah di tepi ombak
waktu itu, kakekku bilang:
“Perempuanmu itu seperti riak laut. Ia selalu
mengirim gelora cinta. Mungkin
tak pernah bisa kau selami
dalamnya palung rindu”
tapi di pelabuhan yang
menanam sauh sedalam-dalamnya
perempuan lautmu
tak pernah berlabuh
Ibrahim Gibra
3 April 2021
tentang rinai sore ini
:untuk Dinda Je
biarlah gembur sudah tanah ini
sebab kau memang ingin berkabar
tentang hujan
aku tahu sudah lama akar menjaga pohon
di antara daun yang menerbangkan angin
dan kotamu berimbun-rimbun
sampai ia nyaris lupa
pada hutan yang memberinya
setangkai rindang
tapi setiap kali derai hujan
di gunung-gunungmu
sungai-sungai berkelana ke muara
lalu ombak menetas arus
dan siapa bilang uap tak bertemu awan?
sesudah itu kau berkabar lagi
tentang hujan sore yang
mendekap rinai
Ibrahim Gibra
29 Maret 2021
ini ombak tetap jua pecah di pantai
:untuk Dinda Je
sederu-deru
angin dan arus
ini ombak tetap jua
pecah di pantai
sejauh-jauh camar
menari di atas riak
tetap jua ini rindu
pulang ke dangau
Ibrahim Gibra
30 Maret 2021
Ibrahim Gibra, nama pena dari Gufran A. Ibrahim, punya kegemaran menulis artikel ihwal bahasa, masalah sosial budaya, demokrasi, pendidikan, dan literasi di Kompas dan di sejumlah koran lainnya. Ia juga menulis sajak dan cerpen yang diterbitkan dalam bentuk buku maupun diterbitkan di koran cetak dan daring. Gufran A. Ibrahim adalah Guru Besar Antropolinguistik pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Khairun. Ibrahim Gibra telah menerbitkan antologi sajak pertamanya, Karang Menghimpun Bayi Kerapu (Penerbit Jual Buku Sastra, 2019). Kini Ibrahim Gibra telah merampungkan antologi sajak kedua, Musim yang Melupa Waktu (sedang dalam proses penerbitan) dan antologi ketiga, Pucuk pun Beriba pada Ranting (sedang dalam penyuntingan). Ia juga telah merampungkan buku kumpulan artikelnya yang pernah dimuat di Kompas dan koran lainnya, Bertutur di Ujung Jempol: Esai Bahasa, Agama, Pendidikan, dan Demokrasi (kini sedang dalam proses penerbitan). Ibrahim Gibra dapat dihubungi via ibrahim.kakalu@gmail.com