× Humaniora Kesehatan Lingkungan Gaya Hidup Perempuan Agama Seni Budaya Sastra Sosok Wisata Resensi Nawala Intermeso Esai Media
#LINGKUNGAN

Ternate Rawan Bencana Minim Mitigasi (2)

Gamalama Paling Aktif dan Sangat Rawan

Jurnalis
Ternate Rawan Bencana Minim Mitigasi (2)
Foto: Machmud Ichi

28/10/2019 · 3 Menit Baca

Ada dua gunung berapi di Indonesia yang terbilang sangat rawan dan aktif yakni gunung api Sinabung dan gunungapi Gamalama. Dua gunung ini mendapat perhatian khusus. Gamalama terbilang sangat rawan karena pemukiman warga berada di punggung gunung. Kepala Pos Pengamatan Gunung Gamalama Ternate, Darno Lamane, dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Maluku Utara awal 2019 lalu menjelaskan, yang paling dikhawatirkan untuk gunung Gamalama adalah terjadinya letusan samping. Jika menengok sejarah munculnya lahar dan lelehan samping yang membekas hingga sekarang menjadi contoh.

Letusan Gamalama tidak hanya di puncak tetapi juga di samping atau tengah. Sementara saat ini seluruh pemukiman bahkan pusat kota Ternate berada tidak jauh dari pusat letusan. Menurutnya, tinggi Gamalama jika diukur dari dasar laut hingga ke puncak gunung ada sekitar 3600 meter. Jika diukur tinggi dari kawasan pemukiman hingga ke puncak 1775 meter maka kota atau pemukiman warga saat ini sudah berada di atas 1125 meter, dimana letusan bisa saja terjadi di punggung gunung yang ada warga dan pemukiman.

Sebenarnya, menurut Darno, seluruh pemukiman warga berada di punggung gunung. Jarak pemukiman dengan pusat letusan yang sangat dekat ini  jika terjadi letusan besar, pulau ini harus dikosongkan. Gamalama, lanjutnya, memiliki keunikan dalam hal letusan. Di mana susah diprediksi karena dari gempa vulkanik hingga terjadi letusan jarak waktunya sangat singkat.

“Interval waktu letusan 4 Oktober 2018 lalu mislanya hanya satu jam. Sebelum letusan dengan 7 kali gempa vulkanik langsung muncul letusan. Satu jam sebelumnya aman, tetapi tiba-tiba muncul letusan. Aktvitas kegempaan sampai letusan terbilang sangat cepat,” katanya.

Tidak itu saja, letusan Gamalama juga sangat dipengaruhi oleh gempa tektonik di Halmahera Barat, Halmahera Tengah, maupun Halmahera Selatan. Karena itu, pemantau gunung ekstra melakukan pemantauan dan perekaman jika terjadi gempa tektonik apalagi  gempa vulkanik karena merangsang percepatan letusan. Dia bilang, kalau melihat sejarah letusan gunungapi di Indonesia, maka Gamalama termasuk salah satu gunung yang sangat aktif dengan waktu sangat cepat dari aktivitas gempa sampai muculnya letusan.    

Sejarah  Letusan

Sejarah letusan gunung Gamalama sebagaimana data Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Gunungapi (PVMBG) menjelaskan bahwa, Gamalama adalah salah satu gunungapi aktif di busur Pulau Halmahera sebelah timur laut  Maluku. Wilayah ini diperkirakan sebagai daerah pertemuan beberapa lempeng. Di antaranya lempeng Pasifik Eurasia dan Australia serta lempeng kecil yang lainnya.

Pulau Ternate yang dibentuk oleh Gunung Gamalama mengambil tempat di atas jalur penunjaman atau (subduction zone) yang miring ke timur dengan sudut yang kecil.  Morofologi Gamalama sendiri umumnya landai di bagian pantai, tetapi menjadi lebih curam ke arah puncak. Sementara dalam hal batuan yang menyusun gunungapi ini menurut Bronto dan kawan-kawan 1982 sebagaiamana dikutip PVMBG dalam buku data dasar gunung Api Indonesia, disebutkan bahwa Gamalama terdiri dari tiga generasi. Yakni Gamalama Tua, yang sisanya ditemukan di bagian tenggara dan selatan puncaknya, memanjang dari timur laut ke barat daya dan dikenal dengan bukit melayu atau gunung Kekau. Gamalama Dewasa, yang sisa tubuhnya mengambil tempat di bagian barat pulau Ternate. Puncaknya membujur dari barat ke timur dikenal dengan bukit karamat atau bukit medina. Gamalama Muda ditemukan di bagian utara. Puncaknya saat ini adalah pusat letusan yang dikenal dengan bukit Arafat atau Piek van Ternate.

Gunung Gamalama mengeluarkan asap dan debu hamper setiap waktu. Data yang dihimpun, Gamalama meletus 4 Oktober 2018 sekitar pukul 11.52 WIT. Saat itu, Gamalama hanya mengeluarkan asap berwarna putih kelabu setinggi 250 meter dari puncak dengan status waspada level II.

Sementara berdasarkan berbagai catatan, termasuk data Pusat Vulkanlogi dan Mitigasi Bencana (PVMBG) menyebutkan, Gamalama meletus pertama kali pada 1538. Beberapa catatan Belanda menyebutkan, letusan pertama ini memakan korban jiwa hingga ratusan orang. Bahkan membuat penduduk Ternate mengungsi hingga ke Pulau Tidore. Letusan Gamalama hingga kini sudah 78 kali yang bersumber dari kawah utama dan hampir selalu magmatik. Beberapa literatur menyebutkan, setidaknya, ada empat letusan besar terjadi dan memakan banyak korban jiwa. Paling parah, letusan Gunung Gamalama terjadi pada 1775.

Dilansir dari vsi.esdm.go.id, pada 5 - 7 September 1775 terbentuk sebuah maar di sekitar Desa Soela Takomi atau 1,5 km sebelah barat daya dari Desa Takome sekarang. Sementara Gogarten (1918) menyatakan, terbentuknya lubang yang kemudian dikenal dengan Tolire Jaha (Lubang Besar) didahului dengan gempa bumi tektonik berskala besar, kemudian diikuti letusan freatik yang dahsyat pada 5 September di tahun tersebut. Letusan berikutnya berlangsung  7 September.

Di hari kejadian itu ketika penduduk sekitar datang ke Desa Soela Takomi sudah tidak ditemukan lagi kampong tersebut. Yang ada hanya sebuah kawah bergaris tengah 700 m (bagian atas) dan 350m bagian dasar sedalam antara 40 - 50 m. Dalam peristiwa ini, 141 penduduk Desa Soela Takomi ikut hilang bak ditelan bumi. Besarnya danau maar tersebut banyak penulis berpendapat, terbentuk akibat amblasnya tanah (land subsidence) sebagai dampak gempabumi. Pasca letusan besar itu, desa yang berjarak 18 kilometer dari pusat Kota Ternate itu muncul dua danau, yaitu Tolire Jaha dan Tolire Kecil.(*)


Share Tulisan Mahmud Ichi


Tulisan Lainnya

Bendera Putih

#ESAI - 18/07/2021 · 15 Menit Baca